Oleh-oleh dari #DiscoverTraveloka

Satu webinar, tiga topik dan satu catatan pribadi tapi umum yang mengintip Traveloka Design team dari pintu masuknya

Eka Juliantara
6 min readJun 20, 2022
Sumber: https://discovertraveloka.com/

Disclaimer: Ditulis hanya untuk berbagi inspirasi.

Kenapa aku yang sudah semester 6 (3 tahun kerja) harus join webinar ini? Kenapa tidak? Kalau Tony Fadell nggak ngomong “think younger,” yang buat merinding itu, jelas tidak sih. Sambil merefleksikan keseharian manajerial alih-alih berkembang sebagai designer, aku menekan tombol jingga ‘Register Now’ yang silau itu.

Selubung kompetisi terasa sesak di webinar ini, terutama saat Q&A. Pertanyaan yang kalah, seperti punyaku, harus puas memakan debu. Kenapa? Gimana? Sambil merefleksikan pertanyaanku yang sepuh, aku teringat kata-kata Tony Fadell tadi. Thanks to him, percobaan terakhirku berhasil! Di topik terakhir, pertanyaanku mendapatkan jawaban.

Jadi, menurutku, “think younger” berarti kerelaan untuk terus belajar dan mencoba. Kalau temen-temen sependapat, semoga ada yang bisa temen-temen pelajari dari catatan kecil yang sayang jika aku simpan sendiri ini. Ada tiga topik menanti yang sebaiknya dibaca secara berurutan.

Design at Traveloka: A collaborative experience

Empat atribut kualitas

Terinspirasi dari Marty Cagan, dari sudut pandang Product Manager (PM) di Traveloka, Feb Chang menjelaskan mengenai empat atribut kualitas yang mempengaruhi keberhasilan produk yang perlu dipertimbangkan.

  • Valuable: Berguna untuk pengguna? Memecahkan masalah pengguna? Pengguna mau pilih dan membeli produk tersebut?
  • Feasible: Dari segi skills, waktu, dan teknologi, bisakah kita, terutama engineer, membangun produk tersebut?
  • Viable: Bisakah bisnis dibangun di atas produk tersebut? Berfungsi untuk aspek-aspek bisnis yang dimiliki?
  • Usable: Bisa digunakan pengguna? Memberikan pengalaman pengguna yang luar biasa?

Bisa tebak yang mana terkait erat dengan designer? Ya, ada dua atribut kualitas yang mendorong PM untuk berkolaborasi dengan designer yaitu valuable dan usable.

Fase pengembangan produk dan jenis proyek

Masih dari sudut pandang PM di Traveloka, Feb Chang menjelaskan mengenai empat fase dalam pengembangan produk.

  1. Discovery: Menemukan hingga memvalidasi suatu masalah.
  2. Design: Merancang solusi untuk menyelesaikan masalah.
  3. Delivery: Membangun hingga meluncurkan solusi.
  4. Deduction: Mengonfirmasikan keberhasilan solusi dalam menyelesaikan masalah berdasarkan insight tertentu.

Bisa tebak yang mana terkait erat dengan designer? Ya, selama dua fase awal, discovery dan design, PM akan lebih banyak berkolaborasi dengan designer. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk kolaborasi lanjutan, misalnya menyelaraskan rancangan dengan solusi yang sedang dibangun engineer selama delivery.

Apa harus selalu melalui keempat fase tersebut? Hal itu tergantung jenis proyek yang sedang dikerjakan.

  • Long: Proyek yang dimulai dari discovery untuk menetapkan masalah yang akan diselesaikan dalam pengerjaannya sebagai tujuannya. Berdasarkan pengalamanku, proyek jenis ini berawal dari firasat dan ambisi. Misalnya, seorang penjual nasi goreng yang merasa pembelinya berkurang setiap hari, tapi belum tahu penyebabnya, namun ingin memecahkannya.
  • Short: Proyek yang sejak awal sudah memiliki tujuan yang jelas sehingga bisa langsung dimulai dari design. Misalnya, pre-selected add ons, seperti travel insurance, yang bertujuan untuk memberi jaminan pertolongan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan saat perjalanan.

Design project cycle: Triceloka

Dari sudur pandang Sr. Visual Designer di Traveloka, Grasya Letik menjelaskan mengenai Triceloka yang mana yaitu proses desain atau siklus proyek desain yang diterapkan di Traveloka.

Triceloka terdiri dari tiga fase utama.

  1. Define intent: Menetapkan intensi ke dalam bentuk tertentu, seperti masalah dan prinsip. Untuk itu, di Traveloka, ada beberapa aktivitas yang dilakukan, seperti clarifying metrics & objectives, stakeholder mapping, external & internal research, dan define value proposition.
  2. Give shape: Setelah ada konsensus mengenai intensi berdasarkan data, saatnya untuk mengeksplorasi solusi yang berpeluang menyelesaikan masalah sesuai prinsip yang ditetapkan. Untuk itu, salah satu aktivitas yang dilakukan di Traveloka yaitu co-design atau design workshop yang bernama Make-a-thon bersama stakeholder terkait untuk memastikan solusi atau produk akhir memenuhi kebutuhan dari stakeholder yang beragam. Para peserta akan menghasilkan, mengembangkan, dan menggabungkan ide. Lalu, juri akan menilai ide tersebut dari aspek people, business, dan technology. Ide terbaik akan dilanjutkan oleh designer untuk diuji dengan pengguna asli dan dilakukan iterasi berdasarkan feedback, hasil diskusi, dan kritik.
  3. Implement: Setelah divalidasi dan diasah, implementasi rancangan akhir dilakukan. Selama implementasi, designer akan menyiapkan aset yang diperlukan dan memastikan kualitas produk akhir selaras dengan rancangannya.

Navigating through your career in Traveloka Design

Dari sudut pandang Design Lead dan Sr. Visual Designer di Traveloka, Fadlan Reza dan Widya Lestari menceritakan mengenai filosofi dari navigasi karir yang aku pahami sebagai refleksi masa lalu yang membantu perencanaan masa depan yang dilakukan sesuai kondisi kini. Pemahaman tersebut bisa dipandang sebagai sebuah sistem yang menggambarkan navigasi karir.

Ada tiga komponen utama dalam sistem tersebut.

  • Design portfolio: Dokumentasi yang menjadi bukti yang menunjukkan design credibility atau seberapa kredibel seorang designer. Bukan saja sekedar dokumentasi, tetapi juga hasil pembelajaran dari proses desain yang termuat di dalamnya.
  • Work map: Rencana pengembangan diri untuk mencapai tujuan tertentu sebagai individu yang selaras dengan tujuan company.
  • Individual aspirations: Tujuan besar sebagai individu dalam hidup.

Lalu, di Traveloka, untuk menggerakkan sistem tersebut, ada tiga aktivitas yang sebaiknya dilakukan.

  1. Memahami celah di antara kondisi kini dan tingkatan berikutnya.
  2. Berkonsultasi dengan lead, misalnya melalui pertemuan one-on-one yang teratur, mengenai penetapan tujuan untuk karir dan pengembangan diri.
  3. Menentukan jenis aktivitas dan dukungan yang membantu dalam meningkatkan karir, seperti coaching session, request feedback anytime, dan enroll training.

“The portfolio is more about reflection than the documentation.” — Fadlan Reza

How Traveloka designers showcase their quality

Skills yang penting bagi designer

Terinspirasi dari buku “Org Design for Design Orgs,” bab 7, dari sudut pandang Design Lead di Traveloka, Jehan Amanda menjelaskan mengenai delapan skills yang penting bagi designer.

  • User research: Memahami konteks, khususnya dari pengguna dan perilakunya.
  • Information architecture: Menyusun informasi dan navigasi sehingga menghasilkan desain yang bagus secara bukan saja visual tetapi juga fungsional.
  • Interaction design: Merancang perjalanan yang memungkinkan pengguna dan produk saling berinteraksi.
  • Visual design: Visual hierarchy, color, typography, etc.
  • Writing: Mengomunikasikan produk secara jelas melalui kontennya.
  • Service design: Merancang layanan yang membawa nilai bagi pengguna.
  • Prototyping: Menyimulasikan desain sehingga bisa diuji ke pengguna.
  • Front-end development: Menulis code yang memungkinkan produk diuji ke pengguna langsung.

Skills yang diasah sebaiknya mulai dari satu yang paling kuat, lalu dua, hingga ahli di beberapa skills. Job title bisa berubah dan hilang di masa depan, namun skills tidak demikian. Adaptasi di masa depan akan terbantu jika skills yang dimiliki terus diasah dan dikembangkan.

Menilai kualitas designer di Traveloka

Masih dari sudut pandang Design Lead di Traveloka, Jehan Amanda menjelaskan mengenai penilaian kualitas designer di Traveloka untuk naik ke tingkatan berikutnya. Tingkatan tersebut merujuk ke lima tingkatan yang terinspirasi dari buku sebelumnya.

Sumber: Buku “Org Design for Design Orgs”, bab 7

Untuk naik tingkat, kualitas designer di Traveloka akan dinilai dalam satuan pengukuran yang disebut design credibility yang mengukur tiga aspek.

  • Craft: Merancang karya sebagai ekspresi dari insight yang dipelajari.
  • Relationship: Kolaborasi yang dilakukan selama proses desain.
  • Impact: Dampak atau masukan yang berharga untuk company, pengguna, dan designer itu sendiri.

Jadi, designer yang bisa merancang karya yang bagus, melalui kolaborasi yang baik, dan menghasilkan dampak yang baik akan mendapatkan nilai yang bagus dan layak untuk naik tingkat.

Design portfolio

Bukti apa yang designer bisa gunakan untuk menunjukkan kelayakannya? Dari sudut pandang Design Specialist di Traveloka, Rara Mayang Deguci menjawab pertanyaan tersebut dengan “design portfolio.” Karena design portfolio akan dinilai dalam design credibility, di Traveloka, portfolio tersebut harus menunjukkan craft, relationship, dan impact. Lalu, bagaimana cara menunjukkan tiga aspek tersebut melalui design portfolio?

  • Craft: Mencantumkan role, deliverables, period, plan of action, challenges, dan solution. Aspek ini sebaiknya diberi ruang yang lebih luas dari aspek lainnya di dalam portfolio.
  • Relationship: Mencantumkan kolaborasi yang dilakukan bersama stakeholder serta pengalaman yang diperoleh dari kolaborasi tersebut. Kolaborasi merupakan jantung dari proses desain.
  • Impact: Mencantumkan hasil dari proses desain yang biasanya dalam bentuk dampak yang diukur dalam angka. Namun, hasil dari proses desain berupa bukan saja angka tetapi juga pembelajaran personal. Jadi, jika belum ada angka, pembelajaran pun sudah cukup.

Sebagai catatan penutup, Rara menegaskan mengenai dua hal yang sebaiknya dipertimbangkan saat membuat design portfolio.

  • Jangan berasumsi bahwa pembaca akan paham. Sebaiknya, tulis konten dalam portfolio dengan frasa yang sederhana dan hindari jargon.
  • Jangan terlalu banyak menunjukkan proyek. Sebaiknya, pilih proyek yang paling berdampak dan menarik bagi company yang akan dilamar.

“Don’t only present ‘design credibility’ but also reflect where we are now and improve.” — Rara Mayang Deguci

--

--

Eka Juliantara
Eka Juliantara

Written by Eka Juliantara

Hi, I’m Eka; If I die someday, I want people to remember me as a man who designed something cool for Indonesian education.

Responses (3)